Perkembangan teknologi berdampak langsung pada perubahan medium untuk menyampaikan musik, untuk generasi yang besar di era 90an tentu akrab dengan pita kaset dan kepingan laser disc. Lalu pada era 2000an industri CD menguasai pasar untuk distribusi musik dalam format digital. Namun masa kejayaan CD tidak begitu lama karena mudahnya untuk dibajak secara ilegal.
Begitu jaman berubah menjadi serba digital, lahirlah platform streaming berbasis aplikasi seperti SPOTIFY yang menyajikan banyak sekali katalog lengkap dengan musik dari berbagai genre. Aplikasi tersebut dapat didownload gratis di handphone, dan cukup dengan punya paket data kita sudah bisa langsung streaming playlist yang tersedia di aplikasi tersebut. Namun untuk mendengarkan lagu sepuasnya tanpa iklan, Kita mesti berlangganan premium dengan membayar Rp 50.000/bulan.
Lalu dampaknya apa dengan penjualan CD?
CD tidak lagi menjadi format resmi untuk distribusi musik, record label besar banyak yang serempak menghentikan produksi CD dan beralih ke distribusi digital untuk cakupan yang lebih luas dan lebih aman dari resiko kerugian. Keputusan semacam ini juga berdampak pada banyaknya toko-toko kaset & CD yang mulai tutup satu persatu.
Beberapa perusahaan rekaman indie tetap merilis CD dengan kemasan yang lebih menarik, dengan harga yang relatif terjangkau dan mudah diakses tanpa harus ke toko, karena pembelian secara online pun sudah bisa dilakukan melalui marketplace sperti BL,FB, Tokped, Bahkan IG.
CD yang semula bisa menjadi barang jualan dengan nilai keuntungan yang tinggi, kini alih-alih berubah menjadi merchandise dan hanya sebagai simbol sebuah karya yang dirilis dalam bentuk fisik.
Masih perlukah rilis musik dengan CD?
Menurut survey yang saya lakukan melalui jejaring media sosial, sebagian teman-teman baik itu musisi ataupun penikmat musik, mereka berpendapat bahwa rilisan fisik tetap perlu lengkap dengan alasan masing-masing.
CD bukan hanya medium untuk memutar musik, beberapa teman saya juga sudah tidak punya lagi CD player di mobilnya, bahkan yang menggunakan Mekbuk terbaru juga sudah tidak ada lagi CD-ROM, bahkan CD player dan stereo set di rumah pun sudah tidak banyak yang menggunakannya lagi. Tapi mereka ini menggangap dengan membeli CD sebagai simbol apresiasi mereka kepada musisi idolanya.
Ada hal yang menarik juga tentang ArtWork/Cover design atau desain sampul album, Pernah ada satu masa ketika desain cover album adalah pekerjaan tersendiri dalam industri musik. Kita mungkin masih ingat ketika membeli CD terbaru dari artis/musisi favorit kita, disitu tertera credits, disitu ada juga lirik lagu, foto / ilustrasi, dan semua kenangan manis tentang kejayaan industri musik yang sehat.
Untuk beberapa kolektor, CD musik ini menjadi salah satu media komunikasi yang intim antara artis dan penggemarnya. Biasanya ketika merilis musik, para penggemar meminta tanda tangan langsung di CD tersebut.
Konon untuk beberapa orang, memutar musik dengan CD memiliki kualitas suara yang lebih baik daripada streaming. Hal ini mungkin karena ukuran data di CD lebih besar biasanya dalam format WAV, sedangkan pada media streaming bisa jadi sudah terkonversi menjadi Mp3 atau AAC.
Keuntungan penjualan CD dapat dirasakan langsung, bahkan dalam satu kali transaksi kita sudah bisa langsung menghitungnya. Hal ini karena biaya printing yang relatif terjangkau, dan bisa dilakukan sendiri oleh artis/musisi tanpa harus lewat record label. Perbedaannya hanya pada distribusinya saja, namun jika sebuah band/musisi sudah mempunyai fan base yang kuat, dan media sosial yang banyak pengikutnya, distribusi tampaknya bukan lagi persoalan.